banner 728x250
Berita  

KPK Datangi DPRD Kota Bandung, Ada Apa?

banner 120x600
banner 468x60

WINDNEWS.Id Bandung – Sosialisasi Antikorupsi di Lingkup Pemerintah Kota Bandung berlangsung di Ruang Rapat Paripurna Gedung DPRD Kota Bandung Jumat (7/7/2023).

Acara ini dilakukan sebagai langkah pencegahan tindak Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) di dalam tubuh pemerintahan.

banner 325x300

Wawan Wardiana Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK hadir sebagai pembicara. Ia menjelaskan paparan soal tindak pidana korupsi di hadapan PIh Wali Kota Bandung, Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Bandung, Para Kepala Perangkat Daerah, BUMD, dan Camat yang hadir beserta suami/istrinya.

Korupsi biasanya bermula dari alasan rasionalitas. Saya ingin membahagiakan keluarga saya, anak saya, padahal tidak memiliki kemampuan finansial. Akhirnya ia menggunakan dari uang curian atau korupsi,” kata Wawan memaparkan.

Pemaparannya lebih banyak memberi pemahaman umum soal korupsi, harapannya para pejabat bakal kembali mengenal contoh tindak korupsi dan mampu menolak.

Ia tak menyinggung kasus-kasus korupsi dengan spesifik. Namun ia sempat memberikan contoh foto para tersangka KPK berompi orange dan menceritakan salah satu kasus.

“Tak jarang korupsi itu melibatkan keluarga. Contohnya ada dalam pengadaan Al-Quran, vendornya anaknya. Korupsinya berjamaah bapak dan anak. Ada juga suap yang menyertakan suami dan istrinya. Saat tersandung kasus, mereka sudah hitung-hitungan remisi berapa, sisa hukuman, uang masih banyak. Jadi menganggap penjara itu seperti pesantren,” cerita Wawan.

“Maka KPK juga mendorong perampasan aset juga dilakukan. Semua harta diambil, disisakan untuk kehidupan normal keluarganya saja. Nanti tinggal di pengadilan ditunjukkan. Dimiskinkan,” sambungnya.

Wawan sempat menyinggung soal perbedaan gratifikasi, suap, dan pemerasan. Menurutnya, jika dalam kasus suap terdakwa bisa membuktikan jika diperas, maka bisa dibebaskan.

“Gratifikasi, suap, dan pemerasan itu berbeda. Kalau dalam tuduhan suap, terdakwa penyuap bisa meyakinkan penyidik kalau dipaksa, sudah menolak tapi dengan sangat terpaksa harus memberikan. Maka bisa dibebaskan, karena dianggap itu ada pemerasan. Tapi kalau dalam OTT jarang terdakwa bisa membuktikan kalau diperas,” ucapnya.

Dalam sesi tanya jawab, Wakil Ketua II DPRD Kota Bandung Edwin Senjaya sempat menanyakan alasan putusan hukuman untuk Juliari Batubara mantan Menteri Sosial yang terbilang ringan.

Seperti diketahui, bekas politikus PDI Perjuangan itu menerima suap lebih dari Rp32 miliar dari penyedia bansos di Kemensos. Ia pun dijatuhi pidana 12 tahun penjara dan pidana denda Rp500 juta subsidair enam bulan.

“Pak Firli (Ketua KPK) pernah berstatement korupsi saat bencana nasional itu bisa diancam hukuman mati, tapi nyatanya hukumannya 12 tahun. Saya mohon penjelasannya. DPRD tentunya mendorong kejahatan korupsi yang sifatnya extra ordinary itu diberikan hukuman yang seberat-beratnya atau mungkin seumur hidup. Mohon penjelasannya,” tanya Edwin pada Wawan.

Wawan mengawali dengan pernyataan bahwa KPK sebagai penegak hukum tidak boleh melanggar hukum. Dalam kasus tersebut ada pasal yang membuat hakim tidak bisa menjatuhkan hukuman yang lebih tinggi.

“Kami nggak boleh menjebloskan hanya karena nggak enak, dendam, terhasut, atau demo. Selama penyidik bisa membuktikan alat buktinya maka akan dituntut sesuai. Hukuman mati diberlakukan kalau saat bencana dan dilakukan berulang, ini ada dalam pasal 2 pasal 3 yang berkaitan dengan ekonomi dan kerugian negara. Tapi yang terbukti di pengadilan itu malah kasus suapnya itu di pasal 5, jadi nggak bisa dihukum mati. Jadi setahu saya di pengadilan itu yang bisa dibuktikan suapnya dengan semaksimal mungkin 12 tahun atau seumur hidup, tapi tergantung hakim juga,” kata Wawan menjelaskan dengan panjang.

Ia pun mengatakan DPRD bisa mendorong DPR atau Pemerintah Pusat untuk menambah serta pasal-pasalnya, salah satunya pasal 5 tindak penyuapan.
(Doleng)

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *