Windnews.id / Pepatah Jepang kuno menyatakan ketika kita berhenti berjalan di saat itu lah kita tiba pada tujuan. Maksudnya, ketika kita berhenti mencari, di saat itu lah kita sampai. Maksudnya, ketika kita berhenti mencari “kebahagiaan” di saat itu lah kita tiba di kebahagiaan itu sendiri. Maksudnya, ketika kita mulai berhenti mencari kekurangan hidup kita saat ini, di saat itu lah kita mulai bersyukur, dan di saat itu lah kita mulai bahagia, dan di saat itu lah kita benar-benar mulai hidup!
Prinsip yang sama diberlakukan pula pada spiritualitas. Para spiritualis timur dan barat berpendapat, kita terlalu sibuk mencari Tuhan di luar sana; di langit, di kuil-kuil, dan di segala tempat yang berada di luar diri, padahal pencarian ketuhanan bukanlah pencarian ke atas atau ke luar, ia adalah pencarian ke dalam. Setuju. Karena semua bayi pada dasarnya dilahirkan sebagai muslim, atau dalam bahasa hadisnya fitrah. Fitrah sudah ada dalam diri tiap insan.
Hanya masalahnya, kehidupan seringkali memendam fitrah kita. Itu sebabnya, sang fitrah itu perlu dinyalakan dengan 2 kalimat syahadat (masuk Islam), tak henti di sana, tapi juga dihidupkan dengan pelaksanaan Islam secara kaffah, yang di dalam Islam yang kaffah itu ada suatu teknik menghidupkan fitrah diri dengan menyambungkan diri pada generator spiritual terbesar yaitu Rasulullah saw; menyambungkannya di antara caranya ialah dengan memperbanyak salawat.
Itulah drama pencarian spiritual. Kita sibuk mencari ke luar, ternyata ia di dalam. Namun saking rusaknya dalaman kita, kita perlu pemantik, pencetus atau trigger yang seakan datang dari luar namun hakikatnya datang “dari Sana,” yaitu Islam yang Kaffah. Oleh karenanya, para pakar spiritual, para guru arif, mereka semua sadar; membimbing manusia ke jalan yang lurus bukanlah mengubah manusia, namun menghidupkan sang fitrah yang ada dalam tiap diri manusia. Bila sang fitrah itu hidup, ia akan berlari menuju “ke Sana.” Sesederhana itu!. (Ims) *
